Breaking

Jumat, 11 Januari 2008

Kelebihan Pasokan Kayu Pinus di Pasar Internasional

Story – Timber – Trade


Lanjutan Percakapan dengan Kepala Biro Pemasaran dan Industri Kayu Perum Perhutani Jawa Timur, Ir.Bambang Prayoga Wahjudi, M.M. – di Surabaya.


Bagaimana dengan jenis kayu hutan selain jati ?

Untuk kayu pinus atau rimba itu sebetulnya juga ada satu pemahaman yang baku. Bahwa untuk kayu rimba tanpa perlakuan khusus dapat bertahan sampai tiga minggu. Misalkan kualita P (pertama), akan dapat bertahan pada kualita tersebut selama tiga minggu, untuk kemudian turun kualita menjadi D (kedua).

Jadi kalau ada orang bilang: kok ada kayu pinus dijual murah. Lah, wong hasil tebangan enam bulan lalu ya wajar harganya disesuaikan seperti itu. Bukan diturunkan harganya ataupun dijual murahan, karena memang kualitanya yang sudah turun.

Kalau kualitanya masih tergolong tinggi ya harganya tetap tinggi. Contoh, untuk kualita T (ketiga) dijual dengan harga sekitar 215 ribu per kubik, sedangkan untuk kualita prima sekitar 350 ribuan.

Tapi, untuk saat ini ada perlakuan teknis khusus pasca penebangan sehingga kayu pinus dapat lebih lama bertahan dalam kualita bagus. Misalkan, dengan treatment urea, sehingga dapat bertahan lebih dari tiga minggu sampai sebulan lebih. Hanya saja, dalam waktu belakangan ini, khusus kayu pinus persoalan pemasarannya tidak hanya karena usia kualitanya yang terbatas.

Ada hambatan apa lagi rupanya?

Karena tahun ini dunia perdagangan internasional sedang over supply kayu pinus. Di Sumatera misalnya, Medan sedang panen pinus. Kemudian di Jepang, saat ini mereka tidak lagi fanatik kepada jenis pinus merkusii yang banyak dihasilkan dari hutan Perhutani. Jenis lain, seperti pinus oocarpa sekarang mereka juga mau. Jadi ada perubahan trend pasar global dalam mengkonsumsi kayu pinus.

Belum lagi di negara-negara semacam Kanada dan New Zealand kini sedang masa tebang pinus dalam jumlah besar. Jadi mohon dipahami kenapa kini Perhutani agak kesulitan menjual kayu pinusnya di pasaran dunia. Suplai kayu pinus di dunia tahun ini hampir dua kali lipat daripada dalam tahun-tahun sebelumnya.

Hambatan lain karena kita tidak menyediakan suplai kayu pinus dengan ukuran panjang sampai empat meter. Sementara ini Perhutani masih spesialis penyedia kayu pinus ukuran panjang 170 centimeter sampai 260 centimeter. Ini karena kita terpaku pada kontrak-kontrak pembelian yang ada.

Padahal peluang di luar itu masih terbuka. Ke depan mungkin ini perlu dipikirkan juga. Saya pernah dialog dengan salah satu konsumen pengguna kayu pinus ukuran 4 meter yang selama ini dicukupi dari New Zealand. Dia pakai untuk produksi komponen furniture. Sementara ukuran 260 centimeter ex perhutani untuk produksi plywood. Perhutani sebetulnya bisa sediakan tapi mereka katanya terlanjur beli dari New Zealand dengan harga murah.

Untuk mengubah setting produksi kayunya sehingga senantiasa ramah pasar global yang trend-nya cenderung terus berkembang, apakah terhambat kebijakan direksi ?

Kalau kebijakan Direksi Perhutani saya nilai sudah cukup akomodatif. Hanya saja faktor kesulitannya adalah mengganti mindset para pelaksana produksi kami di tingkat lapangan. Kurang bisa bertindak cepat. Alasan mereka, diantaranya : dengan potongan empat meter sulit pengangkutannya dan lain sebagainya. Karena dengan ukuran yang biasa cukup digelundungkan masuk satu bak truk, katanya.

Perkembangan pasar global dengan tuntutan barunya saya kira perlu lebih gencar dikomunikasikan dengan jajaran pelaksana produksi kami. Memang untuk dapat mengubah kebiasaan lama perlu juga langkah pengawalan yang ketat. Tidak cukup kalau hanya dipahami belaka.

Apakah untuk kasus semacam tersebut jajaran Biro Pemasaran perlu kewenangan khusus ?

Saya rasa otoritas yang dimiliki saat ini pun sudah memadai. Misalnya ada pelatihan tebangan dan lain sebagainya. Hanya saja prakteknya belum mampu secepat perubahan trend pasar global. Tapi memang kalau Perhutani tetap mau leading di pasar global ya harus dapat cepat mengantisipasi. Seperti, kedepan ini kami mau mengembangkan pabrik plywood, ini kan sebuah langkah antisipatif pemasaran.(P09J02.3. – SJTE)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

close