Breaking

Jumat, 11 Januari 2008

Harga Jati Perhutani Sudah Marginal

Story – Teak wood - Trade



Bambang Prayoga Wahjudi, di Surabaya, berkata seperti itu?


Berikut ini hasil wawancara dengan orang yang menjabat Kepala Biro Pemasaran dan Industri Kayu Perum Perhutani Jawa Timur.

Anda bilang harga kayu jati ex perhutani sudah marginal, apa artinya itu ?

Dari pengamatan saya, harga yang laku adalah sortimen A1 dan A2. Sortimen A1 adalah 19-an, sortimen A2 ialah dua puluh lima dan dua puluh delapan. Mengapa persediaan di TPK (Tempat Penimbunan Kayu) itu A3 banyak. Menurut saya, karena bagi para pelaku bisnis itu dengan membeli kayu A1 dan A2 masih dapat manfaat lebih.

Kalau A3 karena tidak banyak memberikan keuntungan ya tidak dibeli. Karena dinilai terlalu mahal. Karena itu harganya perlu ditinjau kembali. Tetapi tidak semua sortimen A3 seperti itu (terhitung mahal), dan ini yang perlu dicermati.

Pengalaman beberapa kali penjualan lelang disini kan banyak kayu A3 yang tidak laku terjual. Karena ada beberapa ukuran yang tidak marketable, sehingga walaupun dilelang dengan harga berapa pun, selama tidak sesuai keinginan tidak akan terjual. Contoh misalnya KBP (kayu bahan pertukangan), harus ada perlakuan khusus sebelum dipasarkan. Memang, untuk itu diperlukan aturan khusus. Prosedur yang bagus dan jangan asal main.

Jadi, menurut Anda untuk sortimen A2 juga harganya masih terlalu mahal ?

Kalau A2 justru sebaliknya. Terlalu murah harganya sehingga cepat terjual. Sedangkan A3 tidak laku karena terlalu mahal. Karena tidak memberikan banyak kenikmatan bagi pembeli. Oleh karena itu baik untuk kayu jati sortimen A3 maupun A2, kiranya Perhutani perlu menata kembali penetapan harganya. Mungkin untuk A2 dinaikkan sedikit dan untuk A3 turun sedikit.

Atau penjualannya dikombinasi. Boleh beli sejumlah A2 tapi juga harus sekaligus membeli beberapa jumlah A3. Misalkan, kalau ada peminat yang mau dapat 100 meter kubik A2, sebaiknya juga bersedia membeli 30 kubik A3.

Selama ini umumnya pedagang pembeli kayu Perhutani maunya beli yang murah saja dan berteriak protes untuk kayu yang dinilainya mahal. Kalau para pedagang itu merasa sebagai mitra yang baik dari Perhutani, hendaknya bersedia bekerja sama.

Biro pemasaran memiliki otoritas pengaturan seperti itu ?

Sudah saya mulai disini, semenjak bulan Agustus ini. Istilah (bahasa) jawa-nya barangkali: “nggendhong –inggit”. Kalau pedagang dapat untung banyak dari sortimen A2 ya maulah sedikit membantu Perhutani, sehingga semua ukuran kayunya dapat terjual.

Kebijakan model kombinasi penjualan seperti ini antara lain sukses dilakukan di wilayah pemasaran KBM (kesatuan bisnis mandiri) di Probolinggo yang kebetulan daya serap untuk sortimen A1 dan A2 laku pesat. Akan tetapi solusi penjualan model kombinasi ini khusus untuk jangka pendek saja. Sedangkan jangka panjang supaya harga A3 dapat sedikit diturunkan. (P09J002.2. – SJTE)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

close