Selasa (16/3) sekitar pukul 11 lewat sekian menit saat kendaraan kami berbelok di perempatan Karanggede, Boyolali ke arah Juwangi dengan rute desa Wonosegoro. Cuaca di siang hari itu lumayan bersahabat. Kombinasi mendung tipis dan tepian ruas jalan yang tampak masih basah oleh sisa-sisa curah hujan di bulan Maret tahun 2021 nan belum kunjung berkurang ini, sungguh tidak bikin mata cepat lelah memandang seputar obyek di sepanjang perjalanan.
Pemandangan rumah-rumah penduduk desa dengan pekarangan yang berpepohonan rindang berdaun hijau segar sungguh bikin senang di mata. Pun ketika melalui hamparan sawah berair nan luas sejauh pandangan mata. Sungguh mengesankan potensi kemakmuran dan ketentraman hidup penghuninya. Pemandangan hamparan sawah berlahan subur saat memasuki wilayah desa Wonosegoro yang dikelilingi kawasan hutan itu spontan memunculkan ingatan tentang arti dua suku kata: wono (alas/hutan) dan segoro (hamparan/lautan). Namun bisa juga kata "segoro" itu bermakna "sego sak oro-oro" alias nasi yang berlimpah ruah, saking luasnya hamparan sawah padi sebagai sumber pangan utama orang Jawa ini.
Kondisi hutan aman
Mulai melintasi kawasan hutan di wilayah Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Guwo, KPH Telawa, tatapan mata pun disuguhi pemandangan nan tak kurang menyenangkannya. Yakni pemandangan hijau segar dedaunan jati yang tumbuh subur di sepanjang kiri dan kanan jalanan di tengah hutan itu. Gangguan perjalanan berupa lubang-lubang aspal jalan akibat curah hujan deras beberapa bulan ini semenjak akhir tahun lalu itu pun seakan terabaikan. Sampai sepuluh kilometeran, saat perjalanan memasuki kawasan hutan jati di BKPH Krobokan, juga termasuk wilayah KPH Telawa. Perjalanan terhenti saat tampak mobil operasional aparat Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Telawa, sebuah pick-up double cab hitam diparkir pinggir jalan. Kami pun turun dan menghampiri sejumlah Polisi Hutan yang tengah berjaga di pos komando (Posko) patroli hutan Krobokan.
Para petugas jaga hutan itu pun bergegas menyambut kedatangan kami. Harap maklum, perjalanan liputan INFOJATI kali ini memang menyertai pekerjaan Inspeksi Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Indriyanto selaku Perwira Penghubung (Liaison Officer/LO) Polda Jateng pada Perum Perhutani Divre Jateng.
Akan tetapi perjumpaan di pos keamanan hutan di tepi jalan tengah hutan itu berlangsung spontan alias tanpa detil rancangan sebelumnya.
Para petugas jaga itu memang sedang melaksanakan tugasnya di pos pantau itu. Pak LO Polisi pun spontan berhenti, demi melihat pick up Toyota hitam yang ternyata dikendarai pak Waka Adimistratur KPH Telawa, Budi Sutomo Sp, yang kebetulan juga melintas dari arah Boyolali. "Kalau menurut rencananya sih akan ketemu di Kantor KPH," celetuknya.
Walhasil, kedua pimpinan keamanan hutan itu pun spontan berdialog di bangunan sederhana berlantai tanah hutan itu. Sembari minum kopi hitam panas khas sajian petugas jaga.
"Alhamdulillah, dalam setahun ini terjadi penurunan tingkat gangguan pencurian pohon di wilayah tugas kami. Tidak ada lagi aksi pencurian kayu jati berskala industri seperti lazim terjadi pada tahun-tahun sebelumnya," lapor Budi Sutomo.
Ia, mengatakan kalaupun mau dikatakan masih adanya pencurian pohon, skalanya hanya satu dua pohon untuk keperluan yang mencuri itu sendiri. Bukan atas suruhan cukong kayu.
Menurutnya, perbaikan tingkat keamanan hutan itu dapat dicapai, selain berkat ketekunan segenap aparat polisi hutannya yang rajin berpatroli juga oleh pendekatan sosial personal antar petugas Perhutani Telawa dengan kelompok masyarakat potensial pencurian pohon.
"Meskipun telah cenderung aman namun kami tetap tidak mau terlena. Terlebih di saat wabah Covid 19 ini. Di mana banyak warga desa yang menganggur di rumah akibat kehilangan pekerjaan di kota tempat cari nafkahnya dulu, " ungkap Waka Budi, lagi.
Tindakan patroli hutan berbasis pos jaga di tengah hutan itu semakin ditingkatkan siang dan malam. Tak peduli halangan musim hujan yang masih berkepanjangan ini, katanya.
Kawula alit
Sekira setengah jam lebih berdiskusi sembari melepas lelah di gubug sederhana di tengah hutan itu, perjalanan liputan patroli ini pun dilanjutkan menuju rumah sosok berjuluk "Kawula Alit".
"Ini orang berkategori tokoh yang mampu menggerakan maupun meredakan warga desa yang berpotensi melakukan aksi pencurian pohon. Berkat pengaruhnyalah antara lain sehingga kawasan hutan kami kini lebih aman, " tutur Waka Budi menyampaikan asupan informasi awal.
Ternyata sosok nan berpengaruh di kalangan warga desa hutan itu bertutur kata lembut. Berperawakan kecil dengan sorot mata cerdik, tokoh ini juga aktif di dunia seni beladiri pencaksilat tradisional.
Mengaku sangat peduli akan nasib penghidupan warga desa hutan, ia begitu senang dengan julukan Kawula Alit sebagai penegasan sikapnya yang berpihak kepada rakyat kecil.
"Sesungguhnya, tindakan mencuri pohon jati di hutan yang acapkali dilakukan oleh sebagian orang desa hutan itu karena terpaksa. Demi pemenuhan kebutuhan hidup yang pokok," tuturnya, mengungkapkan latar belakang aksi pencurian kayu hutan.
Menurutnya, manakala kebutuhan dasar sudah dapat dipenuhi, masyarakat desa pun akan enggan untuk berbuat mencuri kayu.
"Dengan sikap perilaku yang bersahabat dari aparat Perhutani dan kebijakan institusi yang sudi memberikan solusi problem kehidupannya, masyarakat desa akan dapat dengan mudah dikendalikan, " katanya, menyampaikan semacam advis.
Perbincangan dengan sosok Kawula Alit ini berlangsung sampai selepas waktu panggilan Sholat Ashar. Perjalanan pun berlanjut menyusuri jalanan berlubang-lubang, berkelak-kelok menyusuri tepian Waduk Kedungombo yang dikelilingi hutan jati, menuju rumah dinas Administratur Perhutani/Kepala KPH Telawa yang bersebelahan dengan kantornya itu.
Tekad kembali menjadi KPH surplus
Area perkantoran Perum Perhutani KPH Telawa nan luas itu masih mencirikan sisa era kemegahan Badan Usaha Kehutanan negara jaman Kolonial dahulu, di mana kehadiran kayu masih menjadi komoditas primadona di segala lini peradaban manusia. Termasuk fungsi kayu jati sebagai bahan bakar penggerak kehidupan skala rumahtangga maupun skala industri sampai penggerak sarana transportasi. Terlihat dari bangunan beton rumah dinas Administratur yang berarsitektur Papak, berdiri di samping jalur Kereta Api dengan area Tempat Penimbunan Kayu (TPK) jati yang menghampar luas di seberang rel Kereta Apinya.
Kesemua gambaran letak situs pusat Administrasi Kayu jati ini menandakan betapa pentingnya kelangsungan ketersediaan kayu jati bagi peradaban manusia di masanya dahulu.
"Alhamdulillah, gangguan keamanan hutan masih bisa kami tekan, " ucap Administratur/Kepala Perum Perhutani KPH Telawa, Arif Fitri Saputra, yang dijumpai dalam pakaian olahraga di halaman gedung olahraga yang menyatu dengan lokasi TPK Telawa di desa Juwangi itu.
Jumlah kejadian pencurian pohon jati di KPH Telawa, katanya dapat diturunkannya. "Pada tahun 2019 sejumlah 228 pohon hilang dicuri orang. Sedangkan pada tahun 2020 lalu jumlah pohon yang dicuri 115 batang," ungkapnya.
Angka itu, katanya telah melampaui ketentuan minimal penurunan 10 % dari jumlah pohon tercuri pada tahun sebelumnya.
Upaya penurunan prosentase jumlah pohon tercuri setiap tahun itu dilakukan sebagai ukuran keberhasilan Perhutani dalam usaha menyediakan alternatif usaha ekonomi bagi masyarakat di sekitar kawasan hutannya.
"Saat ini kepada warga masyarakat desa hutan Telawa, melalui Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Wono Lestari telah dibantu pendirian Pabrik Minyak kayu putih, " ujarnya.
Pabrik tersebut telah beroperasi sejak lima tahun lalu. Ada pun bentuk bantuan Perhutani selain menyediakan tanaman kayu putih sebagai bahan baku, juga membeli Minyak Kayu Putih hasil olahan pabrik milik LMDH tersebut.
Saat ini Perhutani Telawa telah memiliki tanaman kayu putih seluas 1100 hektar yang tumbuh di kawasan hutannya. "Rencananya dalam tahun 2021 dan 2022 luasan tanaman kayu putih akan ditambah lagi, sebagai bentuk tekad menuju KPH yang surplus penghasilan, " ungkap Arif, Administratur KPH Telawa.
Kondisi hutan Gundih
Selepas sholat Magrib, kami melanjutkan perjalanan menuju Kantor Perum Perhutani Gundih di desa Geyer, Kabupaten Grobogan.
Perjalanan satu jam melalui tepian kawasan hutan menerobos lika liku jalan pedesaan itu berlangsung di bawah guyuran air hujan dengan iringan suara petir nan saling bersahutan. Suasananya terasa mencekam, karena sepanjang jalan mulai gelap dengan pemandangan langit hitam.
Hujan turun semakin deras saat perjalanan melalui kawasan hutan kayu putih KPH Gundih. Sesampai di Kantor KPH Gundih, dalam guyuran air hujan, kami diarahkan agar langsung menuju Rumah Dinas Administratur/KKPH Gundih. "Sudah ditunggu pak ADM di Rumdin, " ujar petugas jaga kantor itu.
Dan benar saja, setibanya di rumah panggung kayu jati yang tinggi dan luas itu, terlihat Administratur Agus Priyantono dengan Wakilnya, Roni Merdiyanto beserta segenap Asisten Perhutani (Asper)/ Kepala Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (KBKPH) di KPH Gundih telah lama menanti.
"Dalam masa pandemi ini kami justru meningkatkan kewaspadaan, untuk mengantisipasi munculnya gangguan keamanan hutan akibat banyak orang yang kehilangan pekerjaan dan kembali ke desa, " ucap Administratur Perhutani Gundih, ihwal kesigapan segenap bawahannya yang dapat dengan cepat berkumpul itu.
Catatan keamanan hutan KPH Gundih dari tahun 2018 sampai dengan tahun 2019 lalu, katanya menunjukkan kecenderungan positif kondusif.
"Namun sejak munculnya wabah covid19 sejak tahun 2020 sampai memasuki 2021 yang berdampak peningkatan pengangguran ini, terus terang saya mengkhawatirkan imbasnya bagi kondisi keamanan kawasan hutan kita," cetusnya prihatin.
Memang diakuinya, kondisi keamanan kawasan hutan Gundih masih di atas target index minimal 10% angka penurunan jumlah pohon tercuri dalam setahun dibandingkan jumlah pohon tercuri pada tahun sebelumnya.
Dalam tahun 2020 KPH kehilangan 602 pohon. Maka sampai berakhirnya tahun 2021 ini nanti, sesuai standar Key Performance Indicator (KPI), maksimal harus dapat membatasi jumlah pohon tercuri sampai 542 pohon saja.
"Dilihat dari trend gangguan keamanan sampai bulan Maret ini, kami optimis dapat mencapai ketentuan KPI itu, " Wakil Administratur KPH Gundih, Roni Merdiyanto.
Di dalam pekerjaan peremajaan tanaman kehutanan, sejauh ini KPH Gundih selalu dapat melaksanakan dengan baik. Rata-rata tingkat keberhasilan pekerjaan tanaman setiap tahun selalu memenuhi standar.
"Diantaranya dalam tahun 2019, tanaman seluas 600 hektar tingkat keberhasilannya di atas 95 persen, " kata Agus Priyantono.
Namun demikian diakuinya, kini pihaknya sedang giat memperluas area tanaman kayu putih. Alasannya, jika ditinjau dari jumlah luasan lahan tanamnya maupun aspek pemeliharaan dan pengurusannya jauh lebih mudah dibandingkan pekerjaan mengelola hutan jati.
Menuju KPH Mandiri dengan hutan Kayuputih
Menuju cita-cita KPH Gundih meraih predikat Mandiri dengan pendapatan Rp100 milyar dalam kurun waktu 10 tahun lagi, menurut Agus Priyantono bukan hal mustahil.
"Untuk itu kami sedang berupaya memperluas jumlah lahan tanaman kayu putih dari 3000 hektar kini menjadi 5000 hektar nanti, " ungkapnya.
Menurutnya, dengan jumlah daun kayu putih yang dihasilkan dari kebun seluas 5000 hektar yang kemudian diolah dalam tiga pabrik minyak kayu putih (MKP) nantinya, tambahan pendapatan 50 milyar rupiah per tahun dari hasil penjualan MKP bukanlah sekadar angan-angan kosong.
"Untuk itu selain sudah memulai perluasan 2000 hektar tanaman kayu putih dalam tahun ini, juga sudah dirancang tambahan dua unit pabrik lagi," katanya.
Sebagai gambaran betapa besar potensi hasil penjualan MKP adalah perbandingan penghasilan dari hutan kayu jati seluas 30 ribu hektar yang sebesar 36 milyar pada 2020 lalu dengan potensi penghasilan senilai 50 milyar rupiah dari hutan kayu putih seluas 5000 hektar saja.
Tak terasa obrolan berisi di rumdin Administratur Perhutani Gundih itu telah membawa kami ke penunjuk waktu pukul 00 jelang Rabu pagi (17/3). Kami pun pamit untuk kembali ke Kota Semarang.
Jalanan aspal berlubang yang masih basah oleh guyuran air hujan itu pun terpaksa harus dilalui lagi. ##
SJA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar