Breaking

Jumat, 26 Juni 2015

Surat Untuk Ruth

Judul : Surat untuk Ruth.

Penulis : Bernard batubara.

Editor : Siska yuanita.

Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama.

ISBN : 978-602-03-0413-7

Blurb :

Ubud, 6 Oktober 2012.

Ruth,
Satu hal yang ingin kutanyakan kepadamu sejak lama, bagaimana mungkin kita saling jatuh cinta, namun ditakdirkan untuk tidak bersama?

Aku dan kamu tidak bisa memaksa agar kebahagiaan berlangsung selama yang kita inginkan. Jika waktunya tidak usai dan perpisahan ini harus terjadi, apa yang bisa kita lakukan?

Masihkah ada waktu untuk kita bersama, Ruth?



Jika memang kamu harus pergi, berilah aku waktu sedikit lebih panjang untuk menikmati saat - saat terakhir bersamamu. Meski tidak lam, hanya sebentar, seperti senja yang senantiasa kamu lukis, atau seperti ciuman pertama kita yang ragu - ragu. Berilah aku waktu sedikit lebih panjang untuk memelukmu, karena aku belum mengungkapkan seluruhnya yang ingin kukatakan kepadamu.

Ironis, Ruth. Kamu berkata "Aku sayang kamu" tepat pada saat kamu harus meninggalkanku.


Resensi.

Surat untuk Ruth, bercerita tentang cinta segitiga dengan POV orang pertama (Are), melihat kisah cinta segitiga dari orang “ketiga”. Ruth, wanita yang dicintai Are, tetapi memiliki kekasih meskipun hubungannya renggang. Berawal dari pertemuan Are dan Ruth yang tidak sengaja. Yup! Surat untuk ruth merupakan kumpulan surat Are, lebih tepatnya semua perasaan yang dirasakan Are untuk Ruth.
Dilihat dari temanya saja yaitu cinta segitiga, pastinya sudah banyak novel – novel yang sejenis. Surat untuk Ruth juga mengambil tema cinta segitiga, tapi mengambil sudut pandang yang berbeda, cerita dari orang “ketiga” yang hadir tiba – tiba di kehidupan Ruth, saat hubungan Ruth dengan kekasihnya, Abimanyu. Biasanya, kehadiran orang ketiga merupakan “ujian” atau perusak hubungan dua insane yang dimabuk asmara *cieeee*. Tapi, di sini pembaca berada di posisi Are yang hmmm.. gimana ya, bukan melas atau mengemis cinta kepada Ruth, tapi setidaknya Are berjuang menjadi yang terbaik untuk Ruth, menjadi pria yang mencintai Ruth, yang selalu berusaha untuk memahami Ruth yang bagaikan teka – teki.

“Kamu, perempuan yang tidak pernah bisa aku kuak seluruh perasaan dan pikirannya. Kamu, perempuan yang begitu sulit untuk kubaca.” – halaman 22 –
Novel dengan sudut pandang Pria, sepertinya baru kali ini aku baca novel romance dengan sudut pandang Pria, biasanya sudut pandang Pria di novel – novel thriller. Hmmm… pendapat pribadi seperti “Ya, ampuuuuun ini Are begini amat jadi cowok! Nggak terlalu mellow, tapi terlalu lemah! Langsung mengernyitkan dahi sepanjang baca novel ini. Oke, jika memang Are ini sangat mendambakan Ruth untuk menjadi kekasaihnya, tapi kok ya kurang sentuhan maskulin.

Bernard batubara emang nggak diragukan lagi kalau masalah kalimat puitis, apalagi tiap bab ada apa itu namanya, yang di atas bab baru, “judul” bukan? Menggunakan kalimat yang puitis. Tapi, karena ini konsepnya surat, terkadang narasinya seperti baca buku pelajaran, luruuuss.. kurang detail ini itu. Sebelum membaca novel tulisan Bara, sudah membaca cerpen dari tulisan Bara, sepertinya memang kurang greget untuk novel “Surat untuk ruth”.

Kurang merasakan klimaks dalam novel ini, biasanya penulis menebar benih – benih teka – teki, sehingga pembaca penasaran dan membaca terus dari bab ke bab yang lain. Ya, sekali lagi, ini konsep surat yang menceritakan kisah cinta Are dan Ruth. Jadi mudah ditebak, meskipun setiap bab menyajikan konflik tersendiri, seperti saat Are bertemu Abimanyu, kekasih Ruth. Tapi, ya tahu akan bagaimana jadinya *pembaca songong*.

Untuk gaya bahasa, aku sendiri cocok dengan tulisan Bara, sesuai dengan umur tokoh yang ada di dalam novel ini, ya hanya saja Are kurang maskulin aja, melow melow gimana gitu.

Setting tempat, Bara menguasai dengan baik, banyak tempat yang disuguhkan dalam novel ini. Namun, lebih banyak mengambil setting tempat di Bali, romantiiiisss. Sangat menunjang dengan momen kebersamaan Aren dan Ruth.

“Ia, masa lalu itu, seperti momen yang terperangkap dalam selembar potret, memiliki tempat dan kehidupan pada rentang waktu yang telah lewat.” – halaman 138 -
Aku beri tiga dari lima bintang.

reading campaign

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

close