Breaking

Rabu, 11 Maret 2015

Benda Cagar Budaya di Belitung dan tantangan terhadap eksistensinya

Dasril Iteza - Keberadaan benda cagar budaya hingga bisa kita lihat, kita sentuh sampai detik ini merupakan bentuk kepedulian terhadap benda-benda cagar budaya oleh pemerintah serta peran serta masyarakat. Di Belitung, terdapat cukup banyak benda cagar budaya. Keberadaan yang sampai sekarang masih terawat dengan cukup baik adalah bukti dari bentuk kepedulian bersama, sehingga warisan tersebut dapat lekang hingga selama dunia ini terkembang.

Kebanyakan benda cagar budaya di Belitung berada di Kota Tanjungpandan, yang notabene merupakan Ibukota Kabupaten Belitung. Mayoritasnya adalah berupa bangunan (rumah/ gedung).


Meski demikian, dinamika perkembangan Kota Tanjungpandan yang semata-mata berorientasi pada kemajuan ekonomi seringkali mengabaikan pelestarian bangunan – benda-benda cagar budaya yang ada. Hal tersebut mengakibatkan terancamnya kelestarian cagar budaya tersebut. Mengingat kondisi tersebut perlu dilakukan upaya-upaya pelestarian dan pemanfaatan bangunan cagar budaya di Kota Tanjungpandan.

Cukup banyaknya bangunan/ rumah yang dikultuskan menjadi Benda Cagar Budaya di Kota Tanjungpandan, Belitung, tentunya tidak bisa dilepaskan dari sejarah dan perkembangan Kota Tanjungpandan itu sendiri.

Saat Belanda mulai masuk dan bercokol di Tanjungpandan dengan mengutus J.W. Bierschel yang dikawal oleh Kapten Kuehn untuk menjadi asisten residen disana dalam kepentingannya mencari bijih timah. Belitung waktu itu diperintah oleh KA Rahad (1821-1854). Sedangkan pioneer penemuan bijih timah adalah si keras kepala John Francis Loudon, yang tidak begitu saja menerima hasil penelitian ahli mineral tanah Dr. Croockewit, yang menyatakan bahwa di Belitung tidak ada timah!

Setelah berhasil menemukan timah di Belitung, mereka mulai mendirikan perusahaan penambangan timah dengan nama Billiton Maatschappy pada tanggal 15 November 1860. Sejak itu perekonomian Belitung berkembang dengan pesat. Belanda mulai membangun berbagai macam fasilitas kota, seperti kantor-kantor pemerintah (Hoofdkantor Billiton Mij, Emplasemen Billiton Mij, Gedung Societeit, Gedung Landraad, Gedung Kantor Assisten Residen, Gedung Tuindienst, Handel Mij Borneo Sumatra), rumah sakit (Europeesche Kliniek), sekolah (Hollandsch Indische School), Gereja (Kapel Juliana), rumah pejabat (Hoofdadministrateur), dok kapal (Dockyard), dan lain-lain.

Sementara itu, orang-orang Cina mulai berdatangan ke Tanjungpandan untuk menjadi pekerja tambang yang berada di bawah pengawasan Kapten Ho A Jun. Mereka membangun berbagai sarana dan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan, di antaranya pusat pertokoan sebagai sarana untuk berniaga, bangunan peribadatan (Kelenteng Hok Tek Che atau lebih dikenal dengan sebutan Kelenteng Pasar Ikan), sarana pendidikan (Sekolah Chung Hua dan Kien Shien), dan lain-lain.

Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jambi dalam RELIK NO. 06/SEPTEMBER 2008, merinci bangunan-bangunan yang saat ini menjadi Benda Cagar Budaya berdasarkan tinggalan yaitu:
  • Tinggalan Budaya Islam sebanyak 3 cagar budaya; 
  • Tinggalan Budaya Kolonial Belanda sebanyak 15 cagar budaya; 
  • Tinggalan Budaya Cina sebanyak 4 cagar budaya; 
  • Tinggalan Budaya Masa Perjuangan Kemerdekaan sebanyak 1 cagar budaya.
Pulau Belitung, khususnya Kota Tanjungpandan - dimana dominasi Benda-Benda Cagar Budaya banyak ditemukan disana – biar bagaimanapun akan terus berkembang mengikuti tren zaman, pastinya akan berdampak terhadap eksistensi dari benda-benda cagar budaya tersebut. Bisa dikatakan ancaman untuk kelestariannya.

Bentuk kepedulian semua pihak ditunjang dengan payung hukum yang jelas dan mengikat diharapkan dapat memaksimalkan keberadaan, pelestarian benda-benda cagar budaya tersebut untuk saat ini, esok dan masa mendatang. (Dasril Iteza)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

close