Breaking

Kamis, 23 Oktober 2014

Uji Kejujuran dikala makan diwarung ramai pengunjung

Dasril Iteza - Mungkin banyak diantara kita yang sering makan diwarung makan, entah itu jam makan siang, atau pun jam makan malam. Pada warung-warung makan tradisional biasa yang ramai pengunjung, sang pelayan mempersilahkan kita untuk mengambil menu makanan apa saja yang disukai. Tentu, ini selain memang bentuk servis tersendiri bagi pemilik warung dan para pelanyannya, juga hal yang cukup mustahis untuk para pelayan mengambil dan mengantarkan pesanan makan para pengunjung.

Spontanitas ide penulisan artikel ini muncul manakala saya dan rekan sekantor menikmati makan siang pada suatu warung makan yang memang selalu penuh dikunjungi oleh mereka yang telah merasa lapar, khususnya jam makan siang.

Setelah mengambil piring, mencatu nasi putih dan mengambil beberapa jenis lauk pauk, saya pun duduk untuk menyelesaikan makan siang saya. Demikian pula dengan teman saya yang lain serta mereka-mereka yang ingin menikmati makan siang diwarung itu. Proses itu dari pengambilan nasi dengan lauk pauknya tentu adakalanya luput dari pengawasan pemilik warung dan pelanyannya, ini karena ramainya orang yang bejubel hendak melakukan hal yang sama dengan yang saya lakukan. Bukan tidak mau satu persatu, namun memang seperti itulah ciri khas warung ini. Suatu hal yang berujung dengan dituntutnya kejujuran kita pada saat akan membayar makanan tadi!

Apakah kita semua akan jujur untuk menjawab apa saja yang telah kita ambil, ataukah kita akan mengurangi salah satu atau beberapa jenis lauk pauk hingga makanan tidak kamahalan? Itulah sebuah ujian kejujuran dikala kita makan di jenis warung seperti ini.

Saya tadi mengambil lauk pauk berupa Sup Ikan Gangan, Tumisan Pucuk Daun Singkong, 2 gorengan tempe, dua hati ayam dan satu ampelanya. Andaikan saya ingin membayar namun hanya menyebutkan lauknya hanya dengan Sup Ikan Gangan dan Tumisan Pucuk Daun Singkong, tentu saya akan membayar lebih murah, bukan?

Jujur itu memang berat, tapi lebih berat lagi kalau memang diri kita sendiri yang tidak mau jujur. Cerita diwarung makan tersebut hanyalah contoh kecil, pada suatu waktu lain tempat dan lain keadaan, mungkin ujian kejujuran akan lebih berat dan besar lagi!

Oh iya, saya lupa, saya tetap membayar dengan semua yang telah saya makan tadi __ [DI]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

close