Breaking

Kamis, 10 Januari 2008

1871 Fase Pemetaan Hutan Jawa

History – Teak forest - Plant


Aturan pengelolaan dan pengawasan hutan di seluruh Jawa pada tahun 1808 (Regeling v.h. beheer en de inspectie de bosschen op Java 26 Mei 1808 oleh Maarschalk en Guverneur Generaal Daendels. Tijds. V. Ned. Indie 1869 jg. 3 dl. II blz. 158), pada pengawas hutan pertama diangkat sebagai Inspekteur Generaal over de Houtbosschen van het eiland Java de Kolonel Karel von Wolzogen, memungkinkan dilakukan pendataan luas hutan di Jawa.

Pokok-pokok instruksi yang dikeluarkan oleh Inspektur Jenderal Hutan Kayu diantaranya menetapkan sebagai berikut:
a. Secepat mungkin Inspektur Jenderal Hutan Kayu seluruh Jawa – atau memerintah segenap bawahannya – untuk memeriksa semua hutan di pulau Jawa, serta membandingkan hasil pemeriksaan ini dengan peta yang sudah ada, agar dapat dilakukan pembetulan – pembetulan bilamana perlu (pasal 1) ;
b. Dibawah pengawasannya – Inspektur Jenderal Hutan Kayu - memerintahkan pembuatan peta dari daerah masing-masing, peta mana harus diambil turunan dari peta umum (pasal 2).

Menurut van Soest (G.H. van Soest. Het Boschwezen op Java. Tijds. V. Ned. Indie 1869 3e jg. Dl. II blz. 463) dalam tahun 1869 dibuat keputusan untuk mengukur dan memetakan semua hutan jati di Jawa. Untuk keperluan ini pada awal tahun 1860 dibentuk suatu panitia, yang awalnya dengan susah payah menunaikan tugasnya karena ketiadaan data pendukung.

Dalam tahun 1871 panitia ini dapat menyelesaikan tugasnya berupa hasil pemetaan kawasan hutan jati di Jawa dengan skala 1:10.000; 1:25.000 dan 1:100.000. Meskipun peta-peta ini belum akurat betul, tetapi cukup memadai untuk tujuan pengelolaan hutan jati masa itu.

Pada pengukuran hutan jati terutama dilakukan hanya dalam kelompok hutan besar yang mudah didatangi, atau kelompok hutan jati di sepanjang tepian sungai yang cukup tersedia sarana transportasinya.

Menurut panitia ini, luas global hutan jati di seluruh Jawa terdapat lebih kurang seluas 6.000 kilometer persegi (Km2) atau setara 600.000 hektare. Adapun sebarannya meliputi sejumlah daerah:
1. Krawang (14,5 Km2; tidak termasuk kawasan milik partikelir);
2. Priangan (128 Km2);
3. Cirebon (126 Km2);
4. Tegal (84 Km2);
5. Pekalongan (68 Km2);
6. Semarang (875 Km2);
7. Jepara (225 Km2);
8. Rembang (2845 Km2);
9. Surabaya (334 Km2);
10. Madura (tidak diukur);
11. Pasuruan (26 Km2);
12. Probolinggo (44 Km2);
13. Besuki (15 Km2);
14. Banyuwangi (tidak diukur);
15. Surakarta (sebagian diukur: dibagian Kesunanan 330 Km2 data 1869);
16. Yogyakarta (tidak diukur);
17. Madiun (920 Km2); dan
18. Kediri (260 Km2). (P02J02.2 – SJTE)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

close