Breaking

Minggu, 02 Maret 2008

Transportasi Kereta Api di Pulau Jawa

History – Teak wood – Utilization

Ide membangun rel kereta api di pulau Jawa atas proposal Kolonel J. Van Der Wijk pada tanggal 15 agustus 1840, menurut dia, pengadaan rel kereta di Jawa akan banyak membawa keuntungan terutama dari aspek militer.

Ia mengusulkan pembangunan jalur rel kereta api dari Surabaya sampai Jakarta lewat Surakarta, Jogyakarta dan Bandung beserta simpangan-simpangannya. Usulan ini disetujui pemerintah seperti tertuang dalam KB nomor 270 tanggal 28 Mei 1842; surat tersebut memutuskan bahwa sementara akan dibangun dulu jalur kereta api dari Semarang – Kedu – Jogyakarta lewat Surakarta.

Dalam tahap upaya merealisasikan rencana tersebut muncul sejumlah pendapat di kalangan elit Belanda: jika pembangunan rel dilakukan pemerintah maka diperlukan cadangan dana atau dari pinjaman; namun jika pihak swasta yang diijinkan maka pemerintah harus menyediakan tanah dan dukungan fasilitas fisik lainnya; persetujuan tentang hak konsesi; atau pun jaminan bunga modal; beberapa kalangan juga minta agar pembangunan rel kereta api juga melewati kawasan perkebunan sampai ke pelabuhan Semarang; ada pula pendapat yang minta supaya kereta api juga menjadi sarana umum dan meluas ke seluruh Jawa.

Oleh adanya beragam tuntutan tersebut – pada tahun 1860 – Raja Willem III meminta tuan T.J. Stieltjes [penasehat menteri urusan jajahan] untuk memimpin sebuah penelitian tentang masalah transportasi di pulau Jawa dan solusinya; dan hasilnya, Stieltjes menyarankan kepada pemerintah untuk membangun jalur rel yang melewati Ungaran, Ambarawa dan Salatiga.

Sementara itu, W. Polman; A. Frasen; dan E.H. Kol mengajukan sebuah konsesi untuk pembangunan rel Kereta Api jalur Semarang – Surakarta – Jogyakarta. Pada saat itu Jogyakarta dan Surakarta disebut juga Vorstenlanden atau daerah kekuasaan para raja Jawa [ Sunan Pakubuwono dan Sultan Hamengku Buwono]. Pengusaha konstruksi ini [Polman; Frasen dan Kol] juga keberatan dengan usulan Stieltjes: karena membangun jalur kereta api yang melewati daerah pebukitan akan mahal biaya dan perlu waktu lebih lama.

Melalui keputusannya – KB nomor 1 tanggal 26 agustus 1862 – Gubernur Jenderal Baron Sloet Van Den Beele kemudian mengabulkan permohonan konsesi oleh Polman dan rekan dengan syarat bahwa pembangunan rel kereta harus sesuai pendapat Menteri Urusan Jajahan [Fransen Van de Putte] yang menginginkan agar rel kereta juga melewati Kedungjati dan Ambarawa; persyaratan lainnya: yaitu lebar spoor juga sesuai dengan lebar spoor di Eropa [1,435 milimeter].

Setelah mendapatkan persetujuan pemerintah, Polman dan mitranya mendirikan perusahaan kereta api dengan nama Naamlooze Venootschap Nederlandsch-Indische Spoorweg-Maatschappij [N.V. NISM] tahun 1863; dan pertama kali dipimpin oleh tuan J.P. de Bordes.
[P04J03-SJTE]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

close